Pada awalnya, sang suami mendapati sang istri mengalami pembengkakan pada area wajahya. Ia pun segera membawa istrinya tersebut ke rumah sakit. Setelah diperiksa oleh dokter, mereka diberitahu bahwa sang istri membutuhkan perawatan. Akan tetapi, saat itu pihak rumah sakit tidak menyebutkan secara jelas dan rinci penyebab dan alasannya.
Sayangnya, pihak rumah sakit kemudian menolak merawat pasien tersebut karena mereka tidak dapat menerima pasien tambahan. Alasannya, seluruh kamar perawatan di rumah sakit tersebut penuh. Mereka pun menyarankan sang suami untuk membawa istrinya ke rumah sakit lain untuk mendapatkan perawatan.
Namun, mempertimbangkan bahwa sang istri sudah menjalani perawatan dan pemeriksaan kehamilan sejak awal di rumah sakit ini, ia pun berpikir untuk menunggu di ruang tunggu. Sang suami saat itu berharap dokter akan berubah pikiran dan pihak rumah sakit akan memberikan tempat untuk istrinya. Karena tidak kunjung mendapatkan kejelasan, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali pulang ke rumah pada pukul 1 siang. Namun, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba air ketuban sang istri pecah. Sang suami pun segera kembali ke rumah sakit dengan membawa istrinya yang duduk dalam kursi roda.
Selama duduk di atas kursi roda, sang istri mengalami pendarahan yang cukup serius. Ironisnya, tidak ada satu dokter yang datang untuk melakukan tindakan. Akhirnya, setelah 30 menit berlalu, ada seorang dokter yang akhirnya menyediakan ruang bagi wanita ini untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Wanita hamil itu pun segera dibawa ke ruang operasi pada pukul 2 siang. Wanita itu pun menjalani tindakan proses operasi caesar. Saat itu, sang dokter menyatakan bahwa bayi mereka lahir dengan kondisi infeksi paru-paru serta kesulitan bernapas.
Setelah itu, sang ibu pun segera dipindahkan ke ruangan ICU karena ia memiliki kondisi tekanan darah tinggi dan pendarahan rahim.
Tidak hanya itu, 6 hari setelah proses persalinan, keluarga tersebut masih belum diperbolehkan melihat bayinya. Namun, mereka tetap diharuskan untuk membayar segala tagihan perawatan dan kebutuhan obat-ibatan. Hingga akhirnya pada 5 November, sang ibu itu akhirnya meninggal dunia. Ia pun segera dikremasi 2 hari setelah kematiannya. Tragisnya, hingga saat ini pihak rumah sakit tetap tidak memberikan keterangan mengenai penyebab kematian wanita ini.
Pihak keluarga terus menanyakan apa penyebab dari kematian wanita tersebut. Sayangnya, pihak rumah sakit tetap bungkam dan tidak memberikan respon apa pun. Tentu pihak keluarga sangat ingin mengetahui apa sebenarnya penyebab kematian dari wanita tersebut, apakah karena hipertensi yang dimilikinya, atau karena ada kondisi kesehatan dan penyakit lain yang diidapnya. Mereka pun meminta bantuan pihak yang berwajib untuk menginvestigasi kasus kematian ibu ini.
Sebagai pelajaran bagi para ibu hamil di luar sana, pahami bahwa hipertensi pada ibu hamil sangat berisiko tinggi pada kehamilan. Hal ini juga dapat memicu terjadinya preeklampsia. Yang perlu diantisipasi, kasus-kasus preeklampsia juga dapat memicu kerusakan serius pada organ-organ tubuh, seperti otak dan ginjal.