Dilansir HaiBunda, menurut Saskhya Aulia Prima, psikolog anak dari Tiga Generasi @ Brawijaya Clinic, bila yang mempermalukan anak adalah orang tuanya sendiri, maka Moms dan Dads perlu membuat kesepakatan tak akan mempermalukan anak di depan umum. Salah satu caranya dengan mengontrol apa yang dilakukan.
"Contohnya saat di acara keluarga besar atau teman orang tuanya, si ibu atau bapak bilang di depan umum kok dia kayak gini sedangkan anak yang lain kayak gitu. Itu kan anak dibandingkan. Memang biasanya orang tua enggak sadar dia sudah mempermalukan anaknya dan bisa ngefek ke kepercayaan dan keberhargaan diri anak," papar Saskhya.
Bila orang tua tak bisa mengontrol perilaku atau ucapannya pada anak, Saskhya menyarankan supaya orang tua mencari bantuan profesional. Sebab, bukan tidak mungkin ada masalah orang tua dengan diri sendiri dan anak menjadi pelampiasannya.
"Kita harus ajak ngomong anak, dari kecil sampai gede untuk mengkomunikasikan perasaannya gimana. Kadang anak enggak cerita. Makanya penting tiap hari orang tua ngajak anak ngobrol berkualitas, perasaannya kayak apa. Nah, biar terbuka seperti itu kita tahu penyebab anak dipermalukan," kata Saskhya.
Maka dari itu, membiasakan berkomunikasi terbuka dengan anak harus dilakukan sedini mungkin, Moms. Jika memang yang mempermalukan adalah teman atau pihak tertentu di institusi, kata Saskhya, Moms bisa membicarakan hal ini supaya jelas duduk perkaranya.
Tapi jika sudah diperbaiki dan rupanya dipermalukan membuat anak stres hingga depresi, Saskhya menyarankan Moms membawa anak berkonsultasi ke psikolog atau psikiater untuk melakukan treatment. Kemudian, biasakan ajak anak berdiskusi bahwa semuanya tidak bisa melihat segalanya secara general. Dan anak juga dilatih untuk berpikir positif dan memiliki daya tahan mental yang lebih kuat.
Dampak Buruk Anak Dipermalukan di Depan Umum
Saskhya mengatakan jika orang tua menghujat atau mempermalukan anak di depan umum, hal tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan verbal dan emosional. Memang tidak ada kekerasan fisik, namun hati anak bisa tersakiti.
"Di otak kita, orang yang disakiti hatinya, bagian otak yang merespon kekerasan juga aktif. Jadi, kekerasan emosional sama aja sakitnya dengan orang yang sakit fisik. Makanya, kita diajarin kelola apa yang diomongin dan dilakukan. Karena, kita diperlakukan secara enggak baik sama orang lain aja kayak merasa digebukin misalnya," papar Saskhya.
Dan apa efeknya bagi psikis anak? Pada anak-anak, terutama balita, mereka sedang berada dalam proses pembentukan konsep diri. Nah, ketika anak dipermalukan, konsep dirinya akan bermasalah. Anak akan memaknai dirinya adalah orang yang negatif.
Terlebih jika yang mempermalukannya adalah orang tua atau orang yang dekat dengannya, anak bisa jadi akan percaya bahwa dia adalah sosok dengan sifat negatif yang disampaikan orang-orang tersebut. Kemudian, dampak bagi keberhargaan diri anak yang terus berkembang.
"Ketika anak diperlakukan kasar atau dipermalukan pubilk, itu bisa juga membuat dia punya pemaknaan dirinya enggak berharga. Terutama remaja, setelah umur 10 - 11 tahun dunianya lagi kayak memahami lingkungan sekitar melihat dia seperti apa," terang Saskhya.
Saskhya juga menambahkan bahwa makin besar anak, maka dia akan semakin sadar dengan apa yang terjadi hingga bisa saja mereka mengalami stres, cemas berlebih, dan depresi karena dia merasa dirinya tidak berharga.
Pembentukan konsep diri yang negatif dan berpengaruh pada identitas diri dan keberhargaan diri remaja bisa berujung pada masalah perilaku. Akibatnya, ada yang menarik diri, depresi, stres, atau sebaliknya, bersikap melawan.
Perlakuan Orang Tua yang Menyakiti Anak Seumur Hidup
Nah, Moms sudah tahu kan bagaimana dampak jika Moms mempermalukan anak di depan umum. Agar dampak tersebut tidak terjadi, Moms wajib tahu nih perlakuan orang tua apa saja yang berpotensi menyakiti anak seumur hidup. Berikut ini daftarnya:
Anak berperan sebagai orang tua
Moms sebagai orangtua kita sering tidak sadar memperlakukan anak-anak layaknya sudah dewasa. Orangtua suka memberi tanggung jawab keluarga pada anak-anak. Seperti meminta anaknya yang masih berusia 7 tahun mengawasi adiknya yang berusia 5 tahun sepulang sekolah sampai sore hari.
Pada usia tersebut jangan mengharapkan anak sudah berpikir layaknya orang dewasa ya, Moms. Seharusnya orang tua tak membuat anak-anaknya menjadi pengasuh atau pengurus rumah tangga, di luar pekerjaan sehari-hari mereka.
Selain itu, anak-anak tidak boleh mendengarkan percakapan tentang topik dewasa yang tidak pantas. Contohnya tentang kesulitan keuangan rumah tangga atau hubungan orang tua yang tidak harmonis. Anak-anak bukanlah pundak orang tua untuk menangis, peran itu harusnya diisi teman terpercaya yang sudah dewasa.
Orang tua membuat anak merasa bersalah
Misalnya saja, ketika anak ingin pergi menonton pertandingan sepak bola, tapi Moms kesepian. Moms mengatakan pada anak boleh saja si kecil pergi. Tapi Moms juga mengatakan kalau anak-anak butuh, Moms akan selalu di rumah untuk mereka. Perkataan ini bisa membuat anak merasa bersalah lho, Moms.
Memarahi anak di depan umum
Mengomeli anak di depan banyak orang akan meninggalkan bekas luka seumur hidupnya. Anak-anak pada usia berapapun juga paham, marah-marah bukan perbuatan yang pantas. Apabila Moms terlanjur marah-marah, hal pertama yang perlu dilakukan harus meminta maaf. Moms perlu menjelaskan bahwa perilaku kita tidak sesuai dan hanya kelelahan.
Meminta anak menyimpan rahasia
Anak-anak kita bukan teman kita. Tidak peduli betapa kita mencintai anak-anak kita atau seberapa muda kita memilikinya, sampai sang buah hati tumbuh dewasa. Orang tua tidak dapat bersahabat dengan anak-anak. Ini akan merusak mental salah satunya atau kedua pihak.
Contohnya Moms memberi tahu ke anak tentang belanja hingga menghabiskan terlalu banyak uang dan meminta anak merahasiakannya dari ayah. Sebagai orang tua, Moms bisa menjadi orang kepercayaan anak-anak. Tapi anak-anak belum bisa mencerna informasi kita.
Tak memberi batasan sesuai usia
Penggunaan ponsel pintar, media sosial, kini memang tak mengenal usia. Tapi ingat, otak anak-anak masih berkembang dan mereka belum bisa membuat keputusan yang matang ketika dihadapkan sesuatu hal.
Misalnya saja, anak Moms yang masih berusia 12 tahun ingin bermain video game di internet. Saat yang bersamaan Moms ingin istirahat sejenak jadi bunda mengizinkannya. Moms mungkin susah mengatur kontrol orang tua pada sistem game, tapi anak usia belasan tahun sudah bisa melihat apa saja saat chatting dengan orang lain yang sama-sama main game secara online.
Yang perlu orang tua lakukan adalah ketika Moms mengakui telah melewati batas, cobalah meminta maaf. Ini akan sangat membantu, tanpa memandang usia, cara ini membuat anak merasa dirinya penting bagi orang tua.
Jadi bagaimana, Moms? Semoga informasi ini bermanfaat ya, Moms.