Memasuki tahun kelima usia pernikahan dan kehadiran anak tak kunjung tiba, akhirnya kami memutuskan program hamil berbantu teknologi.  Pada prinsipnya, kehamilan berbantu teknologi ada dua cara yaitu inseminasi dan bayi tabung, dan hasil konsultasi dokter, kami memutuskan menjalani inseminasi.

Inseminasi adalah suatu teknik untuk membantu spermatozoa suami sampai pada tempat untuk membuahi sel telur dalam organ reproduksi istri. Adapun tahapan penting inseminasi antara lain :

Pengumpulan sperma suami;
Pemisahan spermatozoa dari bahan-bahan lain yang terkandung dalam sperma (isolasi);

Penempatan spermatozoa pada zat tertentu yang dapat menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sementara di luar tubuh suami (medium);

Penyuntikan spermatozoa ke dalam rahim (Intrauterine Insemination: IUI).

Program inseminasi yang kami jalani dilaksanakan di Klinik Aster RSUD Hasan Sadikin Bandung.  Saat itu saya sedang melanjutkan sekolah di ITB sementara suami tetap di Makassar.  Selama menjalani program inseminasi, suami secara berkala datang ke Bandung untuk keperluan kontrol rutin.

Selama menjalani program hamil, serangkaian tes laboratorium harus saya jalani.  Tes sono HSG namanya, adalah hal yang berat bagi saya.  Bukan hanya karena sakit dan tidak nyaman, tetapi juga harus menerima kenyataan bahwa terdapat sumbatan di saluran indung telur sebelah kiri.  Untuk mengatasinya harus dengan laparoskopi sebelum inseminasi dilakukan.

Setelah menjalani laparoskopi, dokter menyarankan untuk tidak melakukan inseminasi.  Analisis dokter waktu itu bahwa penyumbatan saluran indung telur menjadi penyebab saya belum hamil.  Akan tetapi tiga bulan setelah laparoskopi saya belum juga hamil meski sering berhubungan dengan suami di masa subur.  Akhirnya kami kembali ke Klinik Aster dan memutuskan menjalani inseminasi.

Serangkaian prosedur inseminasi dilakukan, mulai dari mengkondisikan sel telur yang ada agar tetap berkembang, pematangan sel telur kurang lebih 40 jam sebelum inseminasi, isolasi sperma suami hingga pelaksanaan inseminasi. Proses inseminasi hanya berlangsung kurang dari lima menit, kemudian tetap berbaring sekitar 20 menit dan pemberian penguat rahim.  Setelah itu saya sudah diperbolehkan pulang dengan saran untuk tidak boleh sangat kelelahan tapi juga tidak harus bedrest. Tetapi beraktivitas seperti biasa dan boleh berhubungan dengan suami.

Kami pun pulang, keesokan hari suami balik ke Makassar dan saya tetap beraktivitas di kampus melanjutkan kuliah.  Masa penantian hasil inseminasi menjadi masa sukacita sekaligus harap-harap cemas, doa tak pernah putus dan yakin memberi hasil positif.


Penasaran dengan hasil inseminasi saya, simak terus ya lanjutan ceritanya.