Menikmati kebahagiaan menjadi mom dan proses menyusui sedikit mengikis rasa sakit dan perih pasca SC. Saatnya membawa si bayi (Fatih, begitu kami memanggilnya) pulang.....tapi ups, ternyata masih ada tes laboratorium yang harus dijalani. Tes apakah itu ???.... Tes darah untuk mengetahui kadar bilirubin dalam darah, dan semua bayi yang akan pulang ke rumah (bayi yang dilahirkan dengan bantuan medis) harus menjalaninya. Setelah menunggu, hasil tes keluar daaan hasilnya....kadar bilirubin dalam darah Fatih di atas normal yang artinya harus dirawat.
Panik, sedih, dan khawatir....itulah yang terasa, kebahagiaan seolah terhenti sejenak. Tapi itu tidak berlangsung lama karena pertimbangan tidak ada kamar perawatan (banyak bayi yang lahir saat itu memiliki kasus yang sama dan perlu dirawat), pengamatan tenaga medis bahwa Fatih aktif menyusu dan ASI saya pun waktu itu terbilang cukup. Akhirnya kami bisa pulang dengan syarat si bayi harus sering disusui agar bilirubinnya berkurang hingga hilang.
Setelah beberapa hari, terlihat dengan jelas kulit dan Fatih berwarna kuning. Ikterus istilah medisnya (bayi berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi dalam istilah umum juga sering disebut jaundice.

Sepekan setelah melahirkan saatnya membawa Fatih pulang ke Makassar karena urusan di kampus untuk sementara telah selesai. Untuk bisa membawa Fatih naik pesawat, dibutuhkan surat keterangan dokter yang menyatakan kondisi bayi sehat dan aman melakukan perjalanan udara. Saya pun membawa Fatih kontrol ke rumah sakit dia dilahirkan. Melihat kondisi fisik, dokter menyarankan dilakukan tes darah dan hasilnya Fatih harus segera di rawat. Saya bersikeras agar tidak dirawat dan membujuk dokter agar bisa membawanya pulang. Alasan saya, kondisi fisik yang harus pemulihan setelah SC dan keadaan saya sebagai orang rantau bisa meluluhkan dokter dan memberi surat izin Fatih bisa naik pesawat. Tetapi dengan syarat setiba di Makassar Fatih harus segera dirawat dan menjalani photography, dokter pun menyertakan surat rujukan perawatan.
Tiba di Makassar malam hari, keesokan hari Fatih pun saya bawa ke rumah sakit dan menjalani photography yaitu terapi sinar biru yang merupakan salah satu cara menurunkan kadar bilirubin pada bayi.
Phototherapy dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang gelombang 450-460 nm. Selama phototherapy bayi harus disusui dan posisi tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin dikonversi menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu langsung ataupun tidak langsung).

Penjelasan medisnya bahwa ketika bayi lahir, perkembangan hatinya belum sempurna sehingga belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit bayi. Dan analisis dokter, Fatih terkategori breastmilk jaundice (sakit kuning karena ASI).
Breastmilk jaundice merupakan sesuatu kondisi yang normal sehingga tidak ada alasan proses menyusui harus dihentikan. Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa, hal ini karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Meski terus disusui dan ASI saya tetap keluar ternyata belum mampu menurunkan kadar bilirubin Fatih sehingga perlu bantuan photography.
Walaupun proses photography selesai selama beberapa hari dan Fatih pulang ke rumah, upaya menurunkan kadar bilirubin tetapi dilakukan. Menyusuinya sesering mungkin dan rutin menjemur di bawah sinar matahari pagi lambat laun membawa perubahan pada Fatih setidaknya warna kuning pada kulit dan matanya sudah tidak terlihat lagi.
Panik, sedih, dan khawatir....itulah yang terasa, kebahagiaan seolah terhenti sejenak. Tapi itu tidak berlangsung lama karena pertimbangan tidak ada kamar perawatan (banyak bayi yang lahir saat itu memiliki kasus yang sama dan perlu dirawat), pengamatan tenaga medis bahwa Fatih aktif menyusu dan ASI saya pun waktu itu terbilang cukup. Akhirnya kami bisa pulang dengan syarat si bayi harus sering disusui agar bilirubinnya berkurang hingga hilang.
Setelah beberapa hari, terlihat dengan jelas kulit dan Fatih berwarna kuning. Ikterus istilah medisnya (bayi berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi dalam istilah umum juga sering disebut jaundice.

Sepekan setelah melahirkan saatnya membawa Fatih pulang ke Makassar karena urusan di kampus untuk sementara telah selesai. Untuk bisa membawa Fatih naik pesawat, dibutuhkan surat keterangan dokter yang menyatakan kondisi bayi sehat dan aman melakukan perjalanan udara. Saya pun membawa Fatih kontrol ke rumah sakit dia dilahirkan. Melihat kondisi fisik, dokter menyarankan dilakukan tes darah dan hasilnya Fatih harus segera di rawat. Saya bersikeras agar tidak dirawat dan membujuk dokter agar bisa membawanya pulang. Alasan saya, kondisi fisik yang harus pemulihan setelah SC dan keadaan saya sebagai orang rantau bisa meluluhkan dokter dan memberi surat izin Fatih bisa naik pesawat. Tetapi dengan syarat setiba di Makassar Fatih harus segera dirawat dan menjalani photography, dokter pun menyertakan surat rujukan perawatan.
Tiba di Makassar malam hari, keesokan hari Fatih pun saya bawa ke rumah sakit dan menjalani photography yaitu terapi sinar biru yang merupakan salah satu cara menurunkan kadar bilirubin pada bayi.
Phototherapy dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang hanya mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang gelombang 450-460 nm. Selama phototherapy bayi harus disusui dan posisi tidurnya diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin dikonversi menjadi senyawa yang larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu langsung ataupun tidak langsung).

Penjelasan medisnya bahwa ketika bayi lahir, perkembangan hatinya belum sempurna sehingga belum dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Akibatnya terjadi penumpukan bilirubin yang kemudian menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit bayi. Dan analisis dokter, Fatih terkategori breastmilk jaundice (sakit kuning karena ASI).
Breastmilk jaundice merupakan sesuatu kondisi yang normal sehingga tidak ada alasan proses menyusui harus dihentikan. Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa, hal ini karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Meski terus disusui dan ASI saya tetap keluar ternyata belum mampu menurunkan kadar bilirubin Fatih sehingga perlu bantuan photography.
Walaupun proses photography selesai selama beberapa hari dan Fatih pulang ke rumah, upaya menurunkan kadar bilirubin tetapi dilakukan. Menyusuinya sesering mungkin dan rutin menjemur di bawah sinar matahari pagi lambat laun membawa perubahan pada Fatih setidaknya warna kuning pada kulit dan matanya sudah tidak terlihat lagi.