Pernah nggak sih mendengar istilah "mompetition"? Yap. Akhir-akhir ini, istilah yang berarti "kompetisi antar ibu" tersebut memang sedang gencar-gencarnya muncul ke permukaan, khususnya di kalangan ibu-ibu milenial yang melek teknologi, dan mengangkatnya ke dunia maya.
Biasanya, "mompetition" ini ditujukan bagi kaum ibu yang suka membanding-bandingkan banyak hal seputar dunia pengasuhan anak, mulai dari ASI dan susu formula (sufor); cara memberi makanan (disuapi vs makan sendiri); sampai mainan stimulan yang diberikan (mainan DIY vs mainan biasa).
Tapi, menurut saya pribadi, kompetisi antar ibu ini memang sudah ada sejak dahulu, bahkan ketika kita masih seumur jagung, seusia dengan anak-anak kita sekarang.

Image Source: www.living.alot.com
Sebagai contohnya, adalah hal yang sedang saya alami akhir-akhir ini.
Banyak di antara orang-orang terdekat yang berusia jauh di atas saya, mempertanyakan hal-hal yang terasa agak menyudutkan, seperti: kenapa anak pertama saya belum berbicara dengan lancar, sementara anak lainnya sudah "cerewet"; kenapa anak saya pemalu, sementara anak lainnya tidak; kenapa anak saya cengeng dan over sensitif, sedangkan anak lainnya cenderung agresif.
Dan, tentu saja, hal itu akan berakhir dengan perasaan tersudutkan yang saya pendam sendiri.
Memang, hal ini membuat isi pikiran saya semakin semrawut, mulai dari mengurut-urut sesuatu yang salah dengan pola asuh saya, hingga rasa sesal yang nggak bisa saya ungkapkan. Dan, kalau didiamkan mengendap begitu saja, bisa hinggap pada keluhan tanpa ujung.
Dan, yang berbahaya, "mompetition" yang sudah turun temurun ini bisa mengundang depresi, khususnya bagi ibu-ibu baru dengan hormon dan kondisi fisik yang belum stabil. Bisa-bisa, mereka mengalami "baby blues", trauma, dan bahkan memilih untuk menelantarkan anaknya.
Nah lho! Bahaya banget kan?
Memang, sih, ada beberapa kalangan yang suka banget berkompetisi, mengagungkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan perasaan sang objek bicara.
Padahal, sebenarnya, setiap ibu punya naluri tersendiri untuk menetapkan jalan terbaik bagi sang buah hati yang sangat disayangi. Punya usaha terbaik untuk melindungi si kecil tercinta. Meskipun, caranya beda-beda.

Image Source: www.bellybelly.com.au
Jadi, setiap mulut kita "gatal" untuk berkomentar dan mencibir orang lain karena perihal pengasuhan anak ini, kita harus selalu ingat satu hal: Tuhan menciptakan makhlukNya dengan keunikan masing-masing, dan itu bukanlah bahan kompetisi, bukan bahan perbandingan.
Yuk, coba untuk menghindari "mompetition" dan tanamkan rasa pengertian antar sesama kaum ibu. Dan, teruslah bersyukur dan menerima segala sesuatunya dengan hati lapang. Semoga kita bisa ya, Moms!
Biasanya, "mompetition" ini ditujukan bagi kaum ibu yang suka membanding-bandingkan banyak hal seputar dunia pengasuhan anak, mulai dari ASI dan susu formula (sufor); cara memberi makanan (disuapi vs makan sendiri); sampai mainan stimulan yang diberikan (mainan DIY vs mainan biasa).
Tapi, menurut saya pribadi, kompetisi antar ibu ini memang sudah ada sejak dahulu, bahkan ketika kita masih seumur jagung, seusia dengan anak-anak kita sekarang.

Image Source: www.living.alot.com
Sebagai contohnya, adalah hal yang sedang saya alami akhir-akhir ini.
Banyak di antara orang-orang terdekat yang berusia jauh di atas saya, mempertanyakan hal-hal yang terasa agak menyudutkan, seperti: kenapa anak pertama saya belum berbicara dengan lancar, sementara anak lainnya sudah "cerewet"; kenapa anak saya pemalu, sementara anak lainnya tidak; kenapa anak saya cengeng dan over sensitif, sedangkan anak lainnya cenderung agresif.
Dan, tentu saja, hal itu akan berakhir dengan perasaan tersudutkan yang saya pendam sendiri.
Memang, hal ini membuat isi pikiran saya semakin semrawut, mulai dari mengurut-urut sesuatu yang salah dengan pola asuh saya, hingga rasa sesal yang nggak bisa saya ungkapkan. Dan, kalau didiamkan mengendap begitu saja, bisa hinggap pada keluhan tanpa ujung.
Dan, yang berbahaya, "mompetition" yang sudah turun temurun ini bisa mengundang depresi, khususnya bagi ibu-ibu baru dengan hormon dan kondisi fisik yang belum stabil. Bisa-bisa, mereka mengalami "baby blues", trauma, dan bahkan memilih untuk menelantarkan anaknya.
Nah lho! Bahaya banget kan?
Memang, sih, ada beberapa kalangan yang suka banget berkompetisi, mengagungkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan perasaan sang objek bicara.
Padahal, sebenarnya, setiap ibu punya naluri tersendiri untuk menetapkan jalan terbaik bagi sang buah hati yang sangat disayangi. Punya usaha terbaik untuk melindungi si kecil tercinta. Meskipun, caranya beda-beda.

Image Source: www.bellybelly.com.au
Jadi, setiap mulut kita "gatal" untuk berkomentar dan mencibir orang lain karena perihal pengasuhan anak ini, kita harus selalu ingat satu hal: Tuhan menciptakan makhlukNya dengan keunikan masing-masing, dan itu bukanlah bahan kompetisi, bukan bahan perbandingan.
Yuk, coba untuk menghindari "mompetition" dan tanamkan rasa pengertian antar sesama kaum ibu. Dan, teruslah bersyukur dan menerima segala sesuatunya dengan hati lapang. Semoga kita bisa ya, Moms!