Sekali-kali saya menulis postingan yang tidak ada kaitannya dengan resep nggak apa-apa ya moms. Karena memang saya berniat menjadikan blog ini sebagai catatan perjalanan parenting (dimulai dari pengalaman kehamilan, melahirkan, menyusui, sampai cerita tentang mendidik anak) dan juga sebagai media berbagi resep-resep yang sudah diujicoba di dapur kecil saya.

Menjadi seorang ibu merupakan anugerah terindah yang Allah berikan untuk saya yang harus saya syukuri sekaligus saya jaga karena ini adalah amanah yang sungguh berat pertanggung jawabannya di hadapan Allah.  Buat moms yang saat ini sedang berikhtiar menunggu kehadiran buah hati jangan berkecil hati ya moms, memang di mata manusia kesempurnaan seorang wanita adalah ketika ia telah menjadi seorang ibu.  Tapi hadirnya seorang anak adalah sepenuhnya hak prerogatif Allah yang tidak bisa kita ganggu gugat.  Kemuliaan seorang wanita di hadapanNYA tidak dinilai dari banyaknya anak kok.  Tetap semangat, berusaha, dan berdoa ya moms agar segera Allah titipkan buah hati yang dinanti.


Pic Source from Pinterest

Sejujurnya saya setelah menikah tidak terlalu terburu-buru atau memikirkan tentang kehamilan. Santai aja dulu deh pikir saya. Berbeda halnya dengan suami saya yang sangat ingin segera mendapat momongan, karena saya dengan jelas menangkap raut kecewa di wajah suami saya ketika di bulan pertama kami menikah ternyata saya haid, meskipun sempat 5 hari terlambat. Namun suami saya tidak berani mengungkapkan secara langsung kepada saya.

Awal bulan kedua pernikahan, kami harus kembali ke Manokwari, Papua Barat untuk mengabdi kepada negara. Ciyeee bahasanya tinggi amat ya. Iya, saya dan suami memang bertemu jodoh disana karena kantor kami bertetangga.  Tiga minggu mengawali tahun 2015 di Manokwari, sampai akhirnya kami mendapat dinas ke luar kota berbeda selama dua minggu. Suami saya ke Fakfak, sementara saya ke Jakarta.  Tanggal keberangkatan kami hanya berselang beberapa hari.

Malam hari sebelum suami saya berangkat ke Fakfak, saya memintanya membelikan test pack karena saya sudah terlambat 1 hari dari jadwal haid saya. Suami saya sempat ragu-ragu, belakangan suami saya mengakui bahwa suami saya takut kecewa jika hasilnya negatif.  Makanya saya sungguh tau bagaimana perasaan teman-teman yang diberi ujian belum diamanahi seorang anak.  Sebisa mungkin saya hilangkan kosakata “SUDAH HAMIL BELUM?” kepada pasangan baru menikah atau yang sudah lama menikah sekalipun.  Cukup doakan dalam hati, karena bisa jadi doa yang dipanjatkan dalam hati dengan tulus mengetuk pintu-pintu langit-Nya.

Keesokan harinya, seusai sholat Shubuh saya langsung gunakan test pack itu. Beberapa detik pertama saya lihat hasilnya hanya satu garis. Okay ternyata negative. Saya belum memberitahu suami saya, sampai saya lihat ada satu garis samar-samar menyertai. Saat itu memang masih gelap karena masih Shubuh. Saya langsung memberitahu suami saya tentang hasil test pack itu.
Mau tau nggak apa tanggapan suami saya? Lucu deh, suami saya bilang…. “Ah nggak kok, ini satu garis” Sampai saya yakinkan bahwa ada garis tipis menyertai. “Yaudah tunggu aja seminggu lagi”. KZL kan.


Pagi itu suami saya berangkat ke Fakfak sementara saya ke kantor membawa hasil testpack. Saya beritahukan benda kecil itu kepada dua teman dekat saya. Mereka meyakinkan saya bahwa ini dua garis hanya saja masih samar. Saya sangat senang dan bersyukur, sekaligus merasa sangat  galau. Duh, mana beberapa hari lagi saya harus berangkat ke Jakarta dan tidak ada orang lain yang bisa menggantikan tugas saya.

Saya putuskan untuk berkonsultasi ke dokter spesialis kandungan sembari membawa hasil test pack saya.  Di Manokwari saat itu hanya ada 3 dokter spesialis kandungan saja. Saat diUSG, Dokter menyatakan saya hamil, namun belum terlihat janinnya, hanya baru terbentuk kantong kehamilannya saja. Kemungkinan saat itu kehamilan saya baru 4 minggu jadi memang belum terlihat jelas garisnya di test pack. Saya kemudian berkonsultasi tentang rencana saya untuk terbang ke Jakarta karena ada dinas yang tidak mungkin digantikan orang lain. Dokter sangat sangat tidak menyarankan saya untuk terbang, karena usia kehamilan saya masih sangat rentan. Guncangan saat terbang yang beresiko terhadap wanita hamil muda. Bahkan dokter tidak berani menerbitkan surat rekomendasi izin terbang.  Saya diberi beberapa obat penguat dan asam folat saja. Bismillah saya beranikan diri untuk terbang dalam kondisi hamil muda.

Sesampainya di Jakarta yang saya lakukan adalah membeli test pack untuk memastikan dua garis itu semakin tebal.  Saya tidak merasakan gejala hamil muda sama sekali seperti mual, muntah, atau masuk angin.  Anehnya malah perut bawah saya terasa sangat nyeri seperti nyeri saat haid, dan ada sedikit flek kecoklatan.  Karena penasaran akhirnya saya berkonsultasi dengan salah satu dokter spesialis kandungan di daerah Serpong.  Berangkat konsul dengan ditemani Ibu saya, saya melakukan tes USG Transvaginal. Dokter memberi selamat kepada saya bahwa saya postif hamil dan terlihat ada satu titik kecil yang dikatakan dokter adalah janin.

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur begitu cepat diberikan amanah seorang anak. Artinya sebentar lagi saya akan menjadi seorang Ibu.  Segera saya beritahu suami saya hasil USG tersebut.  Dan kali ini, suara suami saya di ujung sana terdengar begitu bahagia, berapi-api.  Apalagi Ibu dan Ayah saya yang akan segera memiliki seorang cucu.


Image Source from Pinterest

Dua minggu bertugas di Jakarta sudah selesai. Saya harus kembali lagi ke ujung timur Indonesia.  Baru kali ini saya merasa bersemangat berangkat kesana, karena saya akan segera bertemu suami saya. Dan melihat dengan pasti raut wajahnya

Sesampainya di Manokwari, saya sangat shocked ketika terbangun di pagi hari ternyata saya bleeding. Darah segar. Pengalaman bleeding di trimester pertama kehamilan saya ini akan saya lanjutkan di postingan berikutnya ya moms. Terima kasih sudah membaca