Di artikel saya yang lalu disini, sempat menyingung mengenai babyblues maka dari itu, diartikel kali ini saya akan share mengenai pengalaman babyblues yang menyerang saya.

Di awal melahirkan, saya merasa seperti orang yang paling terpuruk. Jam tidur berkurang, susah istirahat dan juga ngga bisa bertemu dengan teman-teman seperti yang setiap hari saya lakukan. Saya rasanya ingin kembali ke masa-masa dimana saya masih bisa kemana saja seperti yang teman-teman saya lakukan. 


Dari awal pulang ke rumah setelah melahirkan, setiap suami saya berangkat kerja saya selalu menangis. Begitupun ketika dia pulang kerja, saya juga menangis. Ngga jelas maunya apa πŸ˜‚ Lalu karena suami kerjanya jauh dari rumah, pulang udah keburu malem dan sampe rumah dia menghabiskan waktu dengan handphonenya. Kadang juga dia nongkrong dulu dengan teman-temannya sebelum pulang sehingga pulang ke rumah lebih malam.

Saya merasa sendirian, suami hanya ada ketika jumat-minggu secara jiwa walaupun raganya tiap hari ada. Tiap dini hari saat bangun waktunya menyusui, saya menangis sendirian di kamar. Pokoknya saya merasa kok semua yang saya punya ilang seketika. 


Seringkali suami pulang kerja setelah habis "nongkrong" dengan teman-temannya, saya marah-marah sendiri. Dia kira karena saya lelah di rumah ngurus bayi jadi ya saya marah-marah. Padahal saya marah dengan sikap dia yang memikirkan diri sendiri. Tapi apadaya saya ngga bisa ngomong apa-apa.

Saya sempat bilang dengan suami bahwa mood saya aneh banget. Tiap hari maunya nangis, tiap hari bawaanya kesel, pokoknya kayak orang depresi deh. Suami cuma bilang "mungkin kamu babyblues, udah jangan terlalu dibawa stress". 

Padahal sebelum melahirkan saya dan suami sempat mempelajari post partum depression. Tapi kenapa ilmunya mental ya buat si pak suami. Kok dia ngga take it serious!! Padahal yang saya butuh kan dukungan DIA buat lepas dari kegilaan ini.

Saya juga sempat posting di sosial media mengenai keadaan itu. Lalu banyak sekali teman-teman yang comment bahwa mereka juga mengalami hal yang sama. Nangis-nangis ngga jelas, bahkan sampai mau bunuh diri. 

Suatu hari rasanya saya sangat sangat kesal sampai ingin membunuh anak saya sendiri. Mungkin karena lelah, suami ngga ada, orang tua yang tidak terlalu sama pemikirannya, dan beberapa hal lain di hari itu. Saya langsung message suami isinya "duh gw bunuh juga ya nih anak lo". Kalau ingat hal itu saya jadi mellowwww banget, langsung melukin my not-so-little-baby acen πŸ’™

Setelah pesan itu suami saya jadi lebih serius menangani apa yang terjadi dalam diri saya. Dia coba ambil cuti untuk membawa saya bertemu dengan teman-teman dan kami juga punya waktu untuk ngobrol berdua. Karena semenjak punya anak kita belum pernah pergi keluar bertiga, pasti ada orang lain seperti mama, papa atau kakak saya yang nemenin.

Diperjalanan yang lumayan *ehem* jauh itu yaa, cileungsi - grand indonesia, pulang - pergi bisa 6 jam lah (lebih parah dari ke bandung), kami berusaha untuk mencurahkan isi hati kami. Saya yang selama itu selalu menahan untuk ngga nangis didepan suami, akhirnya pecah juga. 

Suami yang selama ini hanya terkesan pasif, juga nangis karena merasa perjuangan sebagai orang tua itu ngga gampang. Dan suami saya cuma bilang "yank diluar sana masih banyak orang yang susah payah untuk punya anak, kita bahkan ngga minta tapi langsung dikasih, teman-teman kita belum tentu bisa ngelewatin masa-masa sulit ini kayak kita, kamu harus sabar, kita itu orang pilihan, dikasih kemudahan sama Allah, nanti kalau diambil lagi kita juga yang nyesel."

Lalu aku langsung CRAAYYYY tidak tertahankan 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

Setelah hari itu, saya berusaha untuk bangkit dan merasa lebih bersyukur. Suami juga berusaha memberikan yang terbaik. Saya menyadari beberapa kesalahan yang saya dan suami lakukan sehingga saya bisa terkena sindrom babyblues :

1. Saya dan suami tidak mempelajari lebih banyak mengenai babyblues dan cara penanganannya

2. Saya tidak mempunyai teman atau komunitas yang senasib dengan saya. Dalam artian bahwa teman-teman saya adalah para single / mereka yang sudah punya anak besar sehingga saya tidak ada teman untuk sharing saat itu.

3. Saya kurang terbuka dengan suami. Yang saya mau suami tau sendiri saya kenapa dan saya mau apa (typical wanita ya seus, laki disuru jadi cenayang)

4. Suami terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, seperti gadget dan juga main dengan teman.

5. Saya dan suami kurang mempersiapkan mental untuk menjadi orang tua karena kami hanya sibuk mempersiapkan kelahiran normal yang nyatanya ngga berhasil dan mempersiapkan barang-barang bayi.

Saya berharap dengan artikel ini para calon mommy bisa lebih mempersiapkan diri sehingga tidak terkena sindrom babyblues yang bisa berakibat fatal apabila tidak diobati dengan baik 😊

Semangat para mommy! Ketemu di artikel selanjutnya yaa..