Halo, Moms!
 
Saya akan melanjutkan kisah saya, sewaktu berduka mengalami keguguran di kehamilan pertama, tahun 2011 lalu.
 
Cerita awal mula kehamilan dan keguguran, telah saya sampaikan di post sebelumnya.
 
Jadi, apa yang membuat saya memutuskan untuk bangkit dari rasa duka mendalam?
 
Salah satu alasan yang menjadi titik balik adalah mendengarkan sharing pengalaman dari teman-teman yang melalui peristiwa yang sama. Di antaranya, ada rekan kerja, yang sampai dua kali mengalami keguguran. Ia membesarkan hati saya. Ada hikmah di balik kehilangan, begitu katanya.
 
Saya jadi mencoba berpikir lebih jauh dan dalam. Benar juga ya, saya dalam kondisi tidak siap lahir batin untuk hamil. Banyak sekali yang harus saya "bereskan". Kasihan jabang bayi di rahim saya jika harus menjalani masa kehamilan yang tidak bahagia dan tidak menyehatkan bagi dirinya.
 
Moms mungkin berpikir, cara saya tersadar kok klise ya?
 
Namun, percaya tidak percaya, untuk sampai di fase tersebut, butuh 3-4 bulan! Dengan setiap hari berlalu bak neraka, menghisap hal positif dalam diri saya.
 
Mau tahu cara pelarian saya hingga sedikit demi sedikit menemukan cara berdamai dengan keadaan?
 
Saya tekuni kembali hobi saya, yaitu menulis. Namun, kali ini menulis saya lakukan sebagai "self healing". Saya tumpahkan semua isi hati dan pikiran. Setelahnya, saya hapus tulisan itu. Harapannya, saya bisa lega menumpahkan emosi.


 
pic : www.pexels.com

Memang, ada beberapa tulisan yang bentuknya bisa dipublikasikan, misalnya puisi, saya post di blog ala-ala. Tetapi, mayoritas tulisan, hanya terendap sebentar, sebelum saya hilangkan untuk selamanya.
 
Syukurlah, menulis membawa kewarasan saya kembali. Bahkan, saya memberanikan diri ikut proyek menulis. Dua cerita saya masuk ke dalam buku antologi tentang pahlawan yang kemudian diterbitkan.
 
Di situlah, saya menjadi semakin yakin, kalau menulis menjadi penyembuh jiwa saya yang luka.
 
Perlahan, hubungan saya dan suami membaik. Kami mulai menghabiskan waktu bersama lebih banyak lagi. Melanjutkan fase bulan madu yang terpotong.
 
Lucunya, ada satu kesempatan, saat saya dan suami sedang makan di sebuah restoran panekuk, tiba-tiba muncul satu balita laki-laki. Ia mendadak "lengket" dengan kami, ikut bercanda. Malah, tak menolak sewaktu kami ajak foto bersama.
 
Begitu foto itu kami perhatikan, ada kemiripan di antara wajahnya dengan wajah saya dan suami. Diam-diam, pertemuan tersebut menjadi pembungkus doa. Semoga kelak kami mendapatkan anak yang selucu itu sebagai keturunan.
 
Alhamdulillah, pada November 2012, kami sudah menimang anak lelaki kami sendiri.



Diikuti satu jagoan tambahan, tiga tahun berselang.


 
Setelah badai, muncul pelangi, kurang lebih ini yang terjadi pada cerita kehamilan saya.
 
Dari pengalaman tersebut, apabila bisa saya rangkum, ada beberapa hal yang menjadikan saya mampu bangkit dari duka pasca keguguran. Apa saja ya?
 
1. Melalui fase kehilangan itu sangat wajar. Berturut-turut saya menjalani 4 fase kehilangan ini : syok dan penyangkalan, rasa bersalah dan amarah, tertekan dan terluka, diakhiri dengan penerimaan. Yang membuat saya tetap waras melewatinya adalah membiarkan diri saya mengalami fase ini satu persatu. Namun, waktu itu, saya masih bisa menguasai diri, berkat langkah-langkah lain yang saya akan jelaskan setelah ini. Jadi, biarkan saja proses kehilangan ini mengalir alami dan apa adanya.

2. Mengakui dan melepaskan emosi. Menahan emosi justru membuatnya seperti bom waktu. Luka hati yang semakin lama disimpan, belum tentu akan sembuh dengan sendirinya, malah bisa meluas jika tidak ditangani. Tinggal bagaimana cara kita meluapkan emosi dengan cara yang konstruktif dan tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
 
3. ‎Berbagi dengan orang lain. Suami menjadi rekan utama. Keluarga dekat dan sahabat bisa dihubungi. Jika tak nyaman dengan seseorang yang dikenal, curhat di forum parenting/motherhood, mencari "support group", atau mendatangi psikolog pun tak jadi soal.
 
4. ‎Carilah penyaluran emosi berupa kegiatan positif. Jika saya suka menulis, Moms bisa mencari hobi lain yang menarik minat. Berolahraga, menonton, membaca, mendengarkan musik, atau bahkan, memasak! Tekuni hobi, hingga Moms merasa "jiwa terisi kembali".
 
5. ‎Jika tak nyaman dengan kata-kata orang lain, yang Moms nilai malah menyurutkan semangat, ada dua pilihan menghadapinya. Hindari atau ungkapkan keberatan dengan santun. Batasi masuknya "energi negatif" dalam hidup. Toxic relationship is surely not an option for a well-balanced life.
 
6. Selesaikan semua "unfinished business" yang menghambat kehamilan dahulu dan yang akan datang. Masalah kesehatan fisik, kestabilan mental, kondisi sosial ekonomi, sampai urusan rumah tangga. Persiapan kehamilan tidak cuma menyangkut materi. Kebahagiaan dan kesehatan kehamilan juga menjadi hal utama.
 
7. Last, but not least, kembali dan tetaplah mendekat kepada Yang Maha Kuasa. "Curhat" kepada-Nya dalam doa. Perbaiki lagi amal ibadah yang masih "bolong-bolong", terlalaikan, atau belum sempurna. Percayalah bahwa kita akan mendapatkan yang terbaik. Apapun itu, selalu ada sisi positif yang patut disyukuri.
 
Keguguran adalah risiko yang dapat terjadi pada setiap kehamilan. Kejadian ini bukan sebuah "hukuman", karma, balasan atas perbuatan Anda. Jadi, tidak terlalu larut dalam menyalahkan diri, sangat penting untuk membantu kita cepat bangkit dari duka berkepanjangan.

Jika memang sudah rezekinya, Moms akan bertemu dengan si "rainbow baby" pada waktu yang sudah digariskan.


pic : www.pixabay.com
 
I learned my lesson, through all the pain and sorrow. What doesn't kill you, simply makes you stronger.
 
Moms ada pengalaman serupa? Share bareng yuk, bagaimana tips melewatinya?