Sejak 8 bulan kepindahan saya dari tanah air tercinta dan menetap di negeri Ginseng, sering kali mendapati orang-orang yang berkata "Ihhh, enak ya tinggal di luar negeri". Kalau ada yang ngomong gitu, biasanya cuman saya jawab "Hehehee.. sambil senyum cengengesan"

Enak sih, betul, bisa foto-foto kece layak tampil di media sosial. Bisa ngerasain salju, bisa main-main ke taman, bisa lihat barang-barang lucu. Tetapi, hey, jauh dari keluarga, teman, suami, lalu nggak ngerti bahasa yang mereka gunakan, belum lagi ditambah ketika anak sakit atau kitanya yang sakit. Ohhhh, andaikan ada pintu kemana saja, rasanya saya langsung ingin ke Indonesia!
                           

Sekilas latar belakang, sebelum ditanyakan oleh banyak orang, kok pisah sama suami? kok suami di Indonesia, dan kalian di Korea?
Ya ampun percayalah saya udah sampai ke tahap kuping bebel dimana semua orang menentang keputusan saya pindah. Ya ya ya saya tahu ini bukan hal yang baik, tapi kalau kamu jadi saya, kamu akan melakukan apa di saat bahwa ini adalah yang terbaik?

Saya dan anak pindah ke negeri ginseng bukan bersama suami yang berkebangsaan negara Korsel sebab suami kerjanya di Indonesia dan di proyek, sehingga pulang juga jarang-jarang, nggak menentu dari 3-6 bulan 1 kali saja. Namun, tentu suami juga ingin anaknya bisa bahasa bapak selain bahasa ibu juga. Jadi atas pemikiran dan perdebatan panjang, saya dan anak akhirnya mencoba rela untuk berpisah dan tinggal di sini, supaya kami bisa sama-sama belajar bahasa Korea juga budayanya sekaligus mendekatkan diri dengan mertua. Jengg, jenggg.. Nah, masih mau tinggal di luar negeri kalau situasinya seperti ini? Hehehe...

Tetapi, semuanya emang selalu ada plus dan minus ya. Cuman, pengalaman ini saya menjadikan saya untuk lebih mengalah, belajar menerima karena terang bagi saya sungguh sulit awalnya harus pindah ke negeri orang yang kamu tidak tahu bahasanya, tinggalnya sama mertua, lalu bukan di kota namun di desa, dan jauh dari suami. Percayalah kita sudah melewati berbagai ribuan perdebatan dan pertengkaraan panjang, namun ternyata, tidak seburuk yang saya duga ternyata. 

Saya orangnya sulit sekali mengalah dan ego-nya sangat tinggi, sehingga kepindahan ini menjadikan pelajaran mahal untuk saya, lebih mengalah sekali-kali terhadap keputusan suami, lebih bersabar, dan menjadi lebih mandiri untuk keharmonisan rumah tangga. Paling penting, saya belajar untuk berkorban, bahwa tidak semua hal yang saya/kami inginkan itu bisa tercapai tanpa ada yang dikorbankan. Seperti kepindahanku ini mungkin mengorbankan untuk dinyinyir, dibilang keras kepala ga mau dengerin nasihat, atau dianggap aneh, tetapi ini semua demi menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga, seperti yang selalu Ibu saya pesankan. 
                               

Will tell you more about living in here
Drop a comment if you want to ask something! :)