Trimester pertama kehamilan bagi saya adalah tahapan kehamilan yang paling menyiksa. Dari tiga kehamilan (dua di antaranya menghasilkan keturunan sehat walafiat), masing-masing punya cerita berbeda di tiga bulan pertama.
3 dari 4 wanita hamil merasa mual pada trimester pertama kehamilan dan 50 persen wanita hamil muda akan muntah-muntah karenanya. Inilah yang dinamakan ‘morning sickness’. Biasanya, kondisi ini terjadi hingga sekitar minggu ke-14 kehamilan.
Jujur saja, saya merasa istilah ‘morning sickness’ tak lagi relevan. Alasannya, karena mual dan muntah yang disebabkan oleh hormon-hormon kehamilan ini tidak hanya saya alami di pagi hari saja. Waktu kehamilan pertama, saya malah merasakan ‘evening sickness’. Mual-mual saya rasakan justru setelah petang. Kehamilan kedua, mual dan muntah terjadi di siang hari. Kehamilan ketiga, lebih kacau lagi. Kapan saja saya bisa merasa mual lalu muntah. Malah, satu-satunya waktu bebas mual bagi saya terjadi di rentang tengah malam hingga matahari terbit.
Dari tiga kehamilan dan gelombang mual-muntah yang telah berlalu, ada beberapa pelajaran yang bisa saya petik.
1. Tak perlu minum anti mual
Pencerahan diberikan oleh dokter kandungan saya, di kehamilan ketiga. Ia tidak meresepkan anti mual ketika saya meminta, berbeda dengan dua dokter kandungan saya sebelumnya. Alasannya, mual dan muntah yang saya hadapi ini adalah reaksi alami tubuh, bukan gejala penyakit. Sepanjang saya tidak muntah berlebihan (atau dikatakan menderita ‘hyperemesis gravidarum’), tidak dehidrasi, dan tidak mengalami penurunan berat badan melebihi 10 persen bobot badan total; dokter saya menganjurkan untuk tidak bergantung pada anti mual.
Saya diminta mengonsumsi vitamin B6 yang mampu menekan rasa mual. Suplemen zat besi juga memperparah mual saya, sehingga saya lebih memilih untuk mengonsumsinya di malam hari dan bentuk sirup yang lebih gampang tertelan.
2. Hindari hidangan pencetus mual
Memang, ketika hamil muda, kita jadi super sensitif terhadap aroma. Bahkan, aroma hidangan kesukaan bisa membuat kita langsung berwajah hijau dan siap mengeluarkan isi perut. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang memang memicu mual secara umum dan sebaiknya dihindari oleh ibu hamil. Sebut saja, makanan yang terlalu asam, terlalu pedas, terlalu berminyak, rasa terlalu tajam, ada di daftar menu yang saya coret dahulu pada trimester pertama kehamilan. ‘Ngidam’ rujak mangga muda nan pedas? Saya memilih untuk menyingkirkannya dahulu, daripada perut saya malah semakin berontak kemudian.
3. Makan sedikit, tetapi sering
Muntah-muntah sewaktu hamil muda, dari pengalaman saya, cukup menghambat aktivitas. Saya pernah muntah yang berkepanjangan, hingga perut rasanya sudah berteriak, “CUKUP!”, namun ia masih ingin terus mengeluarkan isinya. Saya berpegang pada prinsip, jika sudah ada keluar, masukkan kembali perlahan-lahan. Apabila biasanya saya tergolong pemakan kelas berat, saya memotong porsi makan menjadi jauh lebih kecil, namun menambah frekuensi makan. Tujuannya, supaya lambung saya tidak terlampau terbebani dan menghindari muntah yang “wah” hingga membuat saya lemas tak berdaya.
Sediakan kudapan ringan, seperti andalan saya biskuit atau ‘crackers’ yang tidak terlampau banyak rasa. Temukan pula ritme makan yang paling pas. Pada saya, ternyata jam makan paling nikmat ada di waktu dinihari, mirip sahur di bulan Ramadan. Di situ, saya bisa makan, tanpa diikuti mual dan muntah, bahagia rasanya!
4. Tetap jaga asupan cairan
Muntah berarti memangkas cairan tubuh secara drastis. Bahaya dehidrasi sangat mengancam ketika kita muntah terus-menerus. Jika selama 24 jam, tidak ada apapun yang mampu bertahan dalam pencernaan atau mulai kehilangan kesadaran, segeralah pergi ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih intensif. Beberapa teman saya mengalami ‘hyperemesis gravidarum’ seperti ini dan harus dirawat inap beberapa hari di rumah sakit, sembari mengembalikan keseimbangan cairan tubuh.
5. Jahe si penyelamat
Berteman dengan jahe sebagai pereda sakit perut, rupanya persahabatan kami semakin erat saat saya hamil muda. Jahe sangat membantu saya mengurangi mual. Biasanya saya selalu menyediakan permen jahe dan serbuk minuman jahe hangat di dalam tas. Susu, kopi, dan teh yang terlalu pekat, justru saya tinggalkan dahulu karena malah membuat mual dan muntah saya menghebat.
Sudah banyak tersedia produk permen jahe dan minuman jahe di pasaran. Anda juga dapat membuat wedang jahe sendiri, menggunakan jahe, gula merah, dan tambahan lain seperti kayu manis, sereh, atau daun pandan.
Memang, kondisi menyiksa ini kerap membuat saya putus asa dan kesal tak karuan. Namun, saya menyadari, semakin saya menjadikan kondisi ini sebagai beban, mual dan muntah yang saya alami malah kian menjadi. Sesekali, saya membuat diri menjadi lebih rileks. Bisa dengan akupresur, mencium aroma mint, atau menghangatkan badan dengan minyak kayu putih. Lalu, mengistirahatkan diri, supaya mual itu pun berangsur-angsur pergi.
This too shall pass, Moms!
Adakah cerita mual dan muntah di kala hamil muda yang Moms alami? Atau ada resep menanganinya yang manjur dicoba? Share di kolom Komentar ya!
pictures from pixabay.com
Mual dan Muntah saat Hamil Muda, Bagaimana Mengatasinya?
source: https://doy9lykf9ter0.cloudfront.net/photo/temporary/36aff236ed43ab1319f68117325c666e.png
Komentar Artikel Ini
{{comment_count||0}}
Sort by{{sorted_by}}
Like!
Newest
Reply
- {{ comment.nam }}{{ comment.commented_at }}EditDelete{{comment.gd}} Likes{{comment.bd}} BadsThis comment was deleted.
more comments
Loading...