Awal mula mengenal Metode Montessori saat anak pertama, Fatih berusia enam bulan (2014).  Seperti para ibu baru, informasi yang menjadi bacaan favorit adalah tentang dunia anak dan parenting.  Saya yang waktu itu sedang giat-giatnya mengoleksi buku-buku anak menemukan suatu hal baru saat mencari referensi buku-buku berkualitas.  Menemukan suatu metode mendidik anak dengan cara unik (menurut saya waktu itu) yaitu Montessori.  Mulai lah saya mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang metode tersebut dan apartus (peralatan) yang digunakan guna mendukung pelaksanaan metode tersebut.
 
Seiring berjalannya waktu, kesibukan melakukan penelitian dan menyelesaikan draft disertasi membuat saya mengabaikan Montessori. Selain itu kehamilan kedua yang harus dilewati dengan berat seolah menjadi pembenaran mengabaikan pendidikan Fatih waktu itu.  Hingga pada akhirnya, saat sekolah telah kelar dan kembali ke kampung halaman (Makassar) dan memiliki tiga anak, Metode Montessori kembali menarik perhatian saya dan menjadikannya salah satu resolusi tahun 2018 ini.
 
Apa sih Montessori itu?
 
Montessori adalah metode pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori, seorang dokter wanita pertama di Italia. Pekerjaannya sebagai dokter mempertemukan ia dengan anak-anak berkebutuhan khusus.  Hal tersebut menjadi awal mula ketertarikan beliau dengan dunia pendidikan anak dan mengembangkan suatu metode berdasarkan hasil penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak yang mengalami keterbelakangan mental.
 
Metode montessori menekankan pada aktivitas pengarahan diri pada anak, dan pengamatan klinis dari guru yang berfungsi sebagai fasilitator atau pendamping. Metode ini juga menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan belajar dengan tingkat perkembangan anak dan peran aktivitas fisik dalam menyerap mata pelajaran secara akademis maupun keterampilan praktik secara langsung. Penggunaan peralatan pada Metode Montessori bertujuan agar anak mengerti soal benar atau salah terhadap perbuatan yang telah dilakukan, sehingga anak bisa mengoreksi dirinya sendiri.


Belajar Keterampilan Sehari-hari
 
Mengapa saya memutuskan menggunakan metode ini dalam mendidik anak-anak saya karena dengan pendekatan Montessori, harapannya saya anak-anak akan belajar melakukan sendiri kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Menyisipkan aktivitas bermain dengan aneka permainan yang mendidik dalam keseharian.  Mengingat usia Fatih, Ayesha dan Ajwah yang masih balita, Metode Montessori menjadi sarana bermain sekaligus belajar bagi mereka. Terdapat 5 area belajar pada Metode Montessori yaitu, latihan kehidupan sehari-hari (exercise of practical life), pembelajaran melalui panca indra (sensorial), bahasa (language), dunia sekitar (cultural), dan matematika (math).
 

Fatih dan Ayesha lagi Belajar Montessori

Hal yang membuat saya bersemangat menerapkan Metode Montessori bagi ketiga anak-anak saya adalah dukungan suami yang membantu dan terlibat aktif dalam upaya pencapaian di tiap tahap perkembangan mereka. Karena itu saya berupaya untuk terus belajar sekaligus menerapkan Montessori pada pengasuhan dan pendidikan anak-anak saya. Tidak hanya itu, saya pun harus mengaitkan Montessori dengan nilai-nilai Islam yang menjadi dasar Home Education di keluarga.
 
Sebuah pernyataan yang mengena bagi saya yaitu “Lihatlah dunia seperti seorang anak melihatnya, rendah dan dekat dengan tanah”.